Laksa Sumatera - Medan
Di Medan ini rasanya susah sekali menemukan Laksa, kalo ada pun pasti benaknya langsung teringat Laksa Yoserizal. Yah, itu sih udah jadi stereotype. As usual, ketika pikiran kosong mau makan mana, langsung deh dibrowse halaman recommend. Kami pun tertarik setelah ada rekomendasi gerai laksa di Jalan Sumatera.
Awalnya beberapa kali lewat di jalan sumatera, we’re out of luck. Setelah sekian kali mencoba, akhirnya jumpa juga, gerai ini terletak di Jalan Sumatera simpang Tapanuli. Kami datang pas di jam 2 siang, ketika gerai ini baru buka. Lho koq jam 2? Yah, Ayi yang kemudian diketahui bernama AhLian ini baru selesai masak ternyata.
Dengan wajah yang murah senyum, langsung deh ditanya mau porsi yang kecil atau besar. Porsi kecil harganya IDR 17 dengan menggunakan 1 gulung mie putih, sedangkan ukuran besar memakai 2 gulung mie dengan harga IDR 25, lho koq harganya beda amat? Selain mie, tentunya porsi daging ikan juga ditambah. Karena udah lunch sebelumnya, kami pesan yang porsi kecil, ditemani kopi… ga nyambung sih, tapi yah mau gimana lagi soalnya gerai ini nyewa dari kopitiam.
Banyak yang mungkin bakalan langsung membandingkan laksa ini dengan laksa Yoserizal, namun bagi kami, keduanya memiliki citarasa yang berbeda. Dari tuturan ayi ini, jenis laksa yang beliau jual ialah laksa khas Penang, yang mana sejarahnya berasal dari ilmu yang diturunkan dari nenek moyang yang berasal dari negara jiran. Dari segi lauk mungkin keduanya tidak jauh berbeda, namun kuah disini terasa lebih mild, tidak terlalu asam dan nendang. Ampas dari kuah ini pun ikut dituang, membentuk sedimen dimana semakin anda minum kuahnya semakin kental hingga tetes terakhir, tidak seperti kuah laksa yoserizal yang telah disaring. Porsi daging ikan disini juga generous, cukup murah dibanding harga yang ditawarkan.
Dari obrolan singkat, kami baru tahu kalau laksa Sumatera sudah berjualan sejak tahun 1966, that’s 47 years! Kenapa koq selama 47 tahun ini kami tidak tau keberadaan laksa ini yah? Apakah letak gerai yang kurang terlihat atau memang sengaja penampilan gerai yang down to earth seperti pemiliknya? Ah, mungkin saja waktu jualan yang singkat (jam 2 sampai 5.30). Apapun alasannya, kami salut akan dedikasi auntie ini dalam melestarikan warisan leluhurnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar